Usia dan Riwayat Komorbid Pengaruhi Resiko Kematian Pasien Covid-19

Banten, Stigma – Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 saat ini telah melakukan analisis kematian pasien Covid-19 berdasarkan usia dan riwayat komorbid atau penyakit penyerta. Hasil analisis tersebut sedang dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional yaitu PLOS One.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (15/12/2020) yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Hasil analisis tim pakar selama 5 bulan terakhir, berdasarkan aspek usia, pasien yang berada di usia 31 – 45 tahun berisiko masing-masing sebesar 2,4 kali lipat pada kematian. Dan yang berada di rentan usia 46 – 59 tahun, berisiko 8,5 kali lipat pada kematian.

“Risiko ini akan semakin meningkat pada usia lanjut, diatas 60 tahun yaitu sebesar 19,5 kali lipat,” jelasnya.

Lalu, penelitian pada jenis komorbid menunjukkan bahwa penyakit ginjal memiliki risiko kematian 13,7 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak memiliki penyakit ginjal. Pada komorbid penyakit jantung, memiliki risiko 9 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki penyakit jantung.

Penyakit diabetes mellitus memiliki risiko kematian 8,3 kali lebih besar, hipertensi 6 kaki lebih besar dan penyakit imun memiliki risiko 6 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memilikinya. “Semakin banyak riwayat komorbid, mereka yang memiliki penyakit komorbid lebih dari satu, berisiko 6,5 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi Covid-19,” tambahnya.

Pada pasien yang memiliki 2 penyakit komorbid, berisiko 15 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi Covid-19 dibandingkan yang tidak memiliki kondisi komorbid. Lalu yang memiliki lebih atau sama dengan 3 penyakit komorbid berisiko 29 kali lipat lebih tinggi meninggal saat terinfeksi Covid-19.

“Meskipun kita tahu penularan Covid-19 tidak mengenal batasan, temuan ini menunjukkan secara detail golongan mana saja yang perlu mendapat perhatian lebih dan diprioritaskan perlindungannya,” jelas Wiku.

Untuk itu, bagi masyarakat yang masuk dalam kategori berisiko tinggi atau bagi yang tinggal dengan anggota keluarga berisiko tinggi, maka Wiku menyarankan terapkan protokol kesehatan dengan ekstra disiplin. Dan bagi masyarakat yang tidak masuk dalam golong tersebut, sebagai makhluk sosial sudah pasti akan berinteraksi dengan golongan tersebut.

Ia mengajak masyarakat saling menjaga dan meringankan beban satu sama lain dengan disiplin protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.*(Aini)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *